Seni Beladiri Maen Pukulan Sabeni Tenabang

Indonesia mempunyai banyak ilmu beladiri. Silat yang merupakan ilmu beladiri asli Indonesia mempunyai banyak aliran. Silat Betawi atau sering disebut maen pukulan, juga mempunyai banyak aliran. Bahkan hingga sampai ratusan aliran silat, walaupun yang bisa tetap bertahan sampai sekarang hanya sekitar puluhan saja.

Maen pukulan (silat) aliran Sabeni merupakan salah satu aliran silat Betawi yang masih mampu bertahan hingga sekarang. Perubahan sistem pengajaran ataupun penyebaran, menyebabkan silat Sabeni bisa tersebar ke masyarakat. Karena awalnya ilmu silat Sabeni  merupakan ilmu silat keluarga, sehingga penyebarannya hanya dilingkungan keluarga saja, dan tentunya sistem pengajarannya pun sangat fleksibel, disesuaikan dengan kondisi orang yang mempelajarinya.

Perguruan Seni Beladiri Maen Pukulan Sabeni Tenabang, merupakan sebuah perguruan seni beladiri maen pukulan yang beraliran silat Sabeni Tenabang.

Aliran Sabeni Tenabang yang merupakan seni Maen Pukulan (“Pencak Silat”) ciptaan dari Engkong Sabeni (1860-1945), merupakan salah satu aliran Silat Betawi/Maen Pukulan yang berasal dari Betawi Tengah, Tanah Abang, kalau jaman dahulu namanya Tenabang.

Ciri khas dari salah satu seni Pencak Silat Betawi ini adalah permainan yang dekat/rapat serta pada keluwesan gerak dan kecepatan tangan yang disinkronisasikan dengan sabetan kaki untuk membanting.

Kecepatan pada aliran Sabeni merupakan hal penting dan wajib (bahkan saking cepatnya ada cerita yang menyatakan pada waktu Engkong Sabeni menunjukkan jurus-jurus inti, terkesan kakinya tidak menyentuh tanah), tanpa adanya kecepatan sulit untuk mengaplikasikan secara sempurna jurus-jurus serta teknik-teknik sabetan kaki dari Sabeni. Kecepatan dan keunikan gerakan aliran Sabeni inilah yang membuat aliran Sabeni merupakan aliran yang sangat disegani dan dihormati pada masa-masa Engkong Sabeni hidup, bahkan beberapa gerakan/jurusnya diaplikasikan oleh aliran lain sebagai pelengkap jurus-jurus aliran tersebut.

Sabeni lahir di Tanah Abang pada 1860. Dia adalah putra ketiga dari bandar kulit Canam dan Piah. Seperti layaknya anak Betawi lain, Sabeni ketika masih muda belajar ilmu agama dan silat. Mengaji Al-Quran beliau pelajari dari seorang ustad bernama Sayyid Alwi Alhabsyi. Sementara itu, bela diri (maen pukulan) dituntutnya dari Bapak Mail dan Haji Suhud. Sebagai balas budi, Sabeni diminta mengurus kuda Haji Suhud dan mengisi bak mandi Bapak Mail. Sepuluh tahun belajar maen pukulan, kedua gurunya menyatakan ilmu Sabeni rampung. Akhirnya Sabeni diizinkan mengajar untuk berjuang melawan Belanda.

Nama Sabeni  mulai mengemuka setelah Sabeni mampu menghadapi salah satu Jago daerah kemayoran yang berjuluk Macan Kemayoran ketika hendak melamar puteri si Macan Kemayoran untuk dijadikan isteri.

Selain itu Peristiwa-peristiwa lainnya antara lain pertarungan di Princen Park (saat ini disebut Lokasari) dimana Sabeni berhasil mengalahkan Jago Kuntau dari Cina yang sengaja didatangkan oleh pejabat Belanda bernama Tuan Danu yang tidak menyukai aktivitas Sabeni dalam melatih maen pukulan para pemuda Betawi dan yang sangat fenomenal adalah ketika Sabeni dalam usia lebih dari 83 tahun berhasil mengalahkan jago-jago beladiri Yudo serta Karate yang sengaja didatangkan oleh penjajah Jepang untuk bertarung dengan Sabeni di Kebon Sirih Park (sekarang Gedung DKI) pada tahun 1943 atas kemenangannya Sabeni dibebaskan dan diberi hadiah satu dus kaos singlet satu dus Handuk.

Sampai usia 84 tahun Sabeni masih mengajar maen pukulan (beliau mengajar hampir keseluruh penjuru jakarta bahkan untuk mendatangi tempat mengajar beliau biasanya berjalan kaki), sampai meninggal dunia dengan tenang dan didampingi oleh murid dan anak-anaknya pada hari Jumat tanggal 15 Agustus 1945 atau 2 hari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dalam usia 85 Tahun, beliau dimakamkan di Jalan Kuburan Lama Tanah Abang, yang lalu atas perjuangan Bapak M. Ali Sabeni salah satu putera beliau oleh pemerintah daerah DKI diganti menjadi Jalan Sabeni.

Saat ini aliran Sabeni dilestarikan oleh anak dan keturunan dari Sabeni dan berpusat di daerah Tanah Abang, salah satunya adalah Bapak M. Ali Sabeni yang merupakan anak ke-7 dari Sabeni yang selain sebagai penerus Silat Sabeni juga seorang tokoh seniman Sambrah Betawi (Orkes Melayu Betawi). Karena faktor usianya yang sudah 72 tahun lebih, tugas melatih saat ini diserahkan kepada putera laki-lakinya Bang Izul (Zulbachtiar). Dalam salah satu kesempatan Bapak M. Ali Sabeni mengutarakan keinginannya agar Silat Sabeni ini dapat dilestarikan dan dikembangkan oleh generasi muda agar warisan ini tidak hilang oleh gerusan zaman.


Sumber : 
* sabenitenabang.com
* silatindonesia.com
* kampung-pinggiran.blogspot.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kenji Goh

"... Takutlah dengan orang yang hanya MENGUASAI satu jurus"